widgeo.net

Wednesday, November 21, 2012

Upaya Mengatasi Rendahnya Minat Baca Pada Siswa



UPAYA MENGATASI RENDAHNYA MINAT BACA PADA SISWA SD
Oleh
Dewi Sri Rahayu
NIM 1104863

Masalah minat baca sampai saat ini masih menjadi topik yang cukup aktual. Terbukti hal ini sering dijadikan topik pertemuan ilmiah dan diskusi oleh para pemerhati dan para pakar yang peduli terhadap perkembangan minat baca di Indonesia. Namun hasil dari pertemuan-pertemuan ilmiah tersebut belum memberikan suatu rekomendasi yang tepat bagi perkembangan yang signifikan terhadap minat baca masyarakat. Permasalahan yang dirasakan oleh bangsa Indonesia sampai saat ini adalah adanya data berdasarkan temuan penelitian dan pengamatan yang menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia relatif masih sangat rendah. Ada beberapa indikator yang menunjukkan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Pertama, dari berbagai sumber informasi yang dapat dipercaya, menunjukkan ada indikasi bahwa minat baca  masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%). Kedua, fakta tersebut di atas juga didukung oleh berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia. Internasional Education Achiecment (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-38 dari 39 negara. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak Sekolah Dasar. Ketiga, hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI Sekolah Dasar kita  hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan Thailand dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang memperoleh nilai 75.5. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya. Lalu apa penyebab rendahnya minat baca khususnya pada siswa? (1) masih rendahnya kemahiran membaca siswa di sekolah. (2) banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku. Berdasarkan temuan suatu penelitian, menunjukkan bahwa waktu bermain anak-anak Indonesia banyak dihabiskan untuk melihat acara-acara di TV. (3) banyaknya tempat hiburan yang menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket, play station.  Di negeri kita, yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menonton sinetron, membaca masih merupakan sesuatu yang eksklusif. Oleh karena itu, tidak perlu heran jika pemandangan di mall lebih rame ketimbang di perpustakaan. Acara musik lebih digandrungi dari pada acara diskusi, bedah buku atau seminar. Jangan kaget, jika kawula muda di negeri kita lebih banyak bercita-cita menjadi selebritis ketimbang bintang olimpiade sains. Kenyataan di atas sungguh paradoks. Negeri yang tahun ini menginjak usia 62 tahun, masih belum menampakkan kemajuan yang berarti. Peradaban yang ada, hanyalah peradaban hedonis yang tercipta dari budaya massa (mass culture) dan budaya populer (pop culture) yang lebih bersifat melayani dan mengambil keuntungan berupa materi dari publik. (4) para ibu, saudari-saudari kita senantiasa disibukkan berbagai kegiatan rumah tangga sehingga tiap hari waktu luang sangat minim bahkan hampir tidak ada untuk membantu anak membaca buku. (5) sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh dan langka. (6) harga buku yang relatif masih mahal yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. Oleh karena dengan mahalnya harga buku yang tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka sedikit sekali masyarakat yang memiliki koleksi buku di rumahnya. (7) belum adanya lembaga atau institusi yang secara formal khusus menangani minat baca. Sehingga program menumbuhkan minat baca hanya dilakukan secara sporadis, oleh LSM, organisasi pencinta buku, organisasi penerbit, dsbnya, yang tidak terkoordinasi walaupun potensi sumber daya manusia ada tetapi belum merupakan kekuatan dapat secara sinergis menjadi instrumen yang efektif untuk menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia. (8) minimnya koleksi buku diperpustakaan serta kondisi perpustakaan yang tidak memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya minat baca pengunjung yang memanfaatkan jasa perpustakaan. Dengan kondisi kualitas buku pelajaran yang memprihatinkan, padatnya kurikulum, dan metode pembelajaran yang menekankan hafalan materi justru 'membunuh' minat membaca. Menurut Prof. Dr. Riris K. Toha Sarumpaet, Guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia ini melihat, sekolah tidak memadai sebagai tempat untuk menumbuhkan minat baca anak didik. Hal ini, menurut dia, tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum yang terlalu padat membuat siswa tidak punya waktu untuk membaca. Riris mengemukakan bahwa siswa terlalu sibuk dengan pelajaran yang harus diikuti tiap hari. Belum lagi harus mengerjakan PR. Rendahnya budaya membaca ini juga dirasakan pada pelajar. Perpustakaan di sekolah yang ada jarang dimanfaatkan secara optimal oleh siswa. Lantas upaya apa yang dapat dilakukan, terutama pada dunia pendidikan? proses pembelajaran di sekolah harus dapat mengarahkan kepada peserta didik untuk rajin membaca buku dengan memanfaatkan literatur yang ada di perpustakaan atau sumber belajar lainnya, menekan harga buku bacaan maupun buku pelajaran agar terjangkau oleh daya beli masyarakat, buku bacaan dikemas dengan gambar-gambar yang menarik, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya minat baca anak-anak. Baik di rumah maupun di sekolah, menumbuhkan minat baca sejak dini, meningkatkan frekuensi pameran buku di setiap kota/kabupaten, di rumah orang tua memberikan contoh membaca untuk anak-anaknya dan memberikan perhatian serta membimbing mereka berhasil dalam membaca. Demikian bahwa minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak Sekolah Dasar relatif rendah. Sehingga wajar apabila Indeks Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia juga rendah oleh karena itu, minat baca perlu ditumbuhkan sejak anak usia dini. Sejak mereka telah bisa membaca. Selain itu, pada kenyataannya solusi terbaik dalam membuka jalan pikiran seorang siswa agar mereka mempunyai wawasan yang luas adalah dengan cara membaca. Agar siswa dapat membaca buku secara ajeg, maka kepada mereka perlu disediakan bahan bacaan yang cukup koleksinya. Oleh karena itu, perpustakaan merupakan wacana baca yang mampu menyediakan beragam buku baik fiksi nonfiksi, referensi, atau nonbuku seperti majalah, koran, kaset serta alat peraga, wajib dimiliki setiap sekolah. Hal ini juga tentunya harus atas dasar dukungan kita dan upaya oleh pemerintah sehingga kriteria sarana tersebut dapat terpenuhi demi meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa khususnya siswa Sekolah Dasar. Jadi, budayakanlah kegiatan membaca demi menjadi pribadi yang kaya akan ilmu dan ikut serta dalam mencerdaskan bangsa dan Negara. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat baik informasi dan pengetahuan sehingga pembaca sedikit termotivasi untuk menanamkan minat baca. Seperti kita ketahui, Buku adalah gudangnya ilmu oleh karena itu mari membaca!
Referensi
Bunyamin, A. 9 Juli 2007. Membangun Peradaban Buku. (Diakses tanggal 28 Juli 2007).
Elin. 2007. Tanamkan Minat Baca Sejak Dini. (http://www.kotabogor.go.id).
Pikiran Rakyat. 2004. Pikiran Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat, Senin, 8 Maret 2004.
Jenjang Pendidikan Dasar, Rendahnya Minat Baca Siswa. Jumat, 25 Juni 2004. (Republika Onlinewww.republika.co.id,  diakses tanggal 14 Nopember 2007).


Makalah Anak Didik dan Pendidik



BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Pendidikan berlangsung dalam pergaulan antara orang dewasa dengan anak, namun demikian dalam pergaulan tersebut tidak pada setiap saat dan tidak pada setiap situasi anak berstatus sebagai anak didik, demikian pula sebaliknya bahwa tidak pada setiap saat dan tidak pada setap situasi orang dewasa berstatus sebagia pendidik. Sehubungan dengan itu, muncul permasalahan: Siapakah anak didik itu, dan bagaimana karakterisiknya? Selain itu muncul pada permasalahan, dan apakah peranan-peranannya dalam hubungannya dengan anak didik? Bab ini antara lain akan membahas tentang permasalahan tersebut, yaitu mengenai Anak didik dan pendidik.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan anak didik dan pendidik?
2.      Apa saja karakteristik anak didik dan pendidik?
3.      Apa saja peranan pendidik itu?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui dan memahami hakikat anak didik dan pendidik
2.      Untuk mengetahui dan memahami karakteristik anak didik
3.      Untuk mengetahui dan memahami peranan pendidik









BAB II
ANAK DIDIK DAN PENDIDIK

2.1  Anak Didik dan Pendidik
A.    Anak Didik
Dalam pengertian umum, anak didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan.sedangkan dalam arti sempit anak didik adalah anak (pribadi yang belumdewasa) yang di serahkan kepada tanggung jawab pendidik.Dalam bahasa Indonesia, makna siswa, murid, pelajar dan peserta didik merupakan sinonim (persamaan), semuanya bermakna anak yang sedang berguru
(belajar dan bersekolah), anak yang sedang memperoleh pendidikan dasar dari suatu lembaga pendidikan. Jadi dapat dikatakan bahwa anak didik merupakan semua orang yang sedang belajar, baik pada lembaga pendidikan secara formal maupun lembaga pendidikan non formal.
Anak didik adalah subjek utama dalam pendidikan.Dialah yang belajar setiap saat. Belajar anak didik tidak mesti harus selalu berinteraksi dengan guru dalam proses interaksi edukatif.
Pada dasarnya anak memiliki keinginan dan potensi untuk menjadi dewasa. Dipihak lain, anak memiliki “ketergantungan” kepada orang dewasa. Ketergantungan anak kepada orang dewasa dibawah sejak ia dilahirkan ke dunia.Apabila ketergantungan anak menimbulkan tanggung jawab (tanggungjawab pendidikan) pada diri orang dewasa sehingga orang dewasa mendidiknya, maka anak itu berstatus sebagai anak didik. Sekalipun anak bergaul dengan orang dewasa, apabila tidak menimbulkan tanggung jawab pada orang dewasa untuk mendidiknya, maka anak akan tetap tinggal sebagai anak karena orang dewasa tidak akan melakukan tindakan-tindakan pendidikan untuk membantunya atu membimbingnya ke arah kedewasaan.
Berdasarkan uraian di atas dapat didefinisikan  pulabahwa anak didik adalah anak yang karena ketergantungannya menimbulkan tanggungjawab pendidikan pada orang dewasa, sehingga secara sengaja orang dewasa itu memberikan bantuan ke arah kedewasaan.

B.     Pendidik
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab atas pendidikan anak didik dan secara sengaja membantu anak didik agar mencapai kedewasaan.
Pendidik adalah orang dewasa yang bertanggungjawab atas pendidikan anak, artinya orang yang merasa terpanggil dan merasa kewajiban membantu anak, menerima dan memposisikan diri sebagai pendidik, serta berani menerima segala konsekuensi atas pelaksanaan berbagai peranan sesuai posisinya itu.
Pendidik adalah orang yang secara sengaja memebantu anak agar mencapai kedewasaan, artinya orang yang memiliki kesadaran akan dasar dan tujuan pendidikan, serta melakukan berbagai tindakan atau kegiatan pendidikan yang kesemuanya itu diarahkan semata-mata untuk membantu anak dalam mencapai kedewasaan.
Seorang pendidik tentu memiliki seperangkat ilmu tentang anak sebelum mereka diangkat menjadi seorang guru atau pendidik.Mereka harus mengenali berbagai aspek terkait dengan tumbuh kembang anak secara fisik, psikis dan sosial emosi. Selain itu, Pendidik atau guru bagaikan lem---“velcrow”--- yang dapat merekatkan anak dengan berbagai pengetahuannya.
Sesungguhnya di pundak pendidik atau guru bergelayutan setumpuk harapan dan cita-cita, serta kekaguman semua anak didiknya. Seorang pendidik yang mampu mencintai, pasti akan dicintai murid-muridnya. Pendidik yang senantiasa belajar untuk dapat menjadi pendamping yang cerdas bagi murid-muridnya, tentulah akan menjadi seorang pendidik yang dihormati dan dikagumi.
Pendidik harus memberi makna kehidupan itulah sejatinya kurikulum yang tersirat “hidden curriculum” bagi murid-muridnya. Ia harus berpikiran lentur dan terbuka. Ia mampu mendialogkan berpikir otak kirinya dengan otak kanannya secara bersinergis. Memandang anak didiknya, ia juga akan memandang latar belakang mengaitkan dengan proses pembelajaran yang ada.
Secara faktul pendidik dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu:
1.      Pendidik kodrati. Contoh: ibu, ayah.
2.      Pendidik professional, atau pendidik karena jabatan. Contoh: guru, dosen, dll.
Pendidik yang pertama dan utama adalah orang tua (ayah dan ibu), karena adanya pertalian darah yang secara langsung bertanggung jawab penuh atas kemajuan perkembangan anak kandungnya, karena sukses anaknya merupakan sukses orang tua juga.Sehingga orang tua disebut pendidik kodrati. Apabila orang tua tidak punya kemampuan dan waktu untuk mendidik, maka mereka sekiranya menyerahkan sebagian tanggung jawabnya kepada orang lain atau lembaga pendidikan yang berkompetensi untuk melaksanakan tugas mendidik, yakni seorang guru dituntut mampu memainkan peranan dan fungsinya dalam menjalankan tugas keguruannya.
Dipihak lain motif pendidik melaksanakan pendidikan pun dapat dibedakan menjadi dua kategori:
1.    Motif intrinsik, yaitu dorongan untuk bertindak yang muncul dari dalam diri pendidik. Contoh : rasa kasih sayang kepada anak sehingga ia rela berkorban melaksanakan pendidikan bagi anak didiknya, dll.
2.    Motif ekstrinsik, yaitu dorongan untuk bertindak yang muncul dari luar diri pendidik. Contoh: surat tugas untuk melaksakan pendidikan dari pemerintah, surat tugas untuk melaksanakan pendidikan dari ketua yayasan, dsb.
Selain hal diatas, pendidik harus mampu bergaul atau berkomunikasi dengan anak didik. Syarat untuk mampu bergaul dengan anak didik antara lain:
1.    Pendidik harus kenal karakteristik anak didik (seperti: kebiasaan, minat, bakat, latar belakang keluarga, lingkungannya, dll)
2.    Pendidik harus mampu beridentifikasi dengan anak didik, maksudnya ia harus mengenal dunia anak, tahap perkembangan anak, dsb., dan bertindak sesuai dengan karakteristik keanakan anak didik.

2.2  Karakteristik Anak Didik dan Pendidik
Terdapat berbagai karakteristik anak didik yang perlu dipahami oleh para pendidik dan diperhatikan serta dipertimbangkan dalam rangka praktek pendidikan. Berbagai karakteristik anak didik itu antara lain sebagai berikut:
a.       Anak Didik adalah Subjek
Anak didik adalah manusia, bukan benda ataupun hewan, karena itu anak didik harus dipandang sebagai subjek, yaitu pribadi yang memiliki kedirisendirian dan kebebasan dalam mewujudkan dirinya sendiri untuk mencapai kedewasaannya.Setiap anak didik bebas menentukan dirinya sendiri untuk mencapai kedewasaannya.Selain itu, anak didik bersifat “unik” artinya memiliki perbedaan daripada anak lainnya.Perbedaan ini berkenaan dengan aspek fisiknya seperti postur tubuh dan aspek non fisiknya seperti kemampuan belajar, cita-cita, hobi, dsb.
b.      Anak Didik sedang Berkembang
Manusia berada dalam perkembangan menuju kedewasaannya.Hasil riset Psikologi menunjukkan adanya “tahap-tahap perkembangan” manusia.Setiap tahap perkembangan memiliki “tugas-tugas perkembangan dan menuntut “perlakuan” tertentu pula. Jadi, tugas-tugas perkembangan anak SD akan berbeda dengan anak TK.
c.       Anak Didik Hidup dalam “Dunia” Tertentu
Selain berada pada tahap perkembangan tertentu, setiap manusia hidup dalam dunianya sesuai tahap perkembangannya dan jenis kelaminnya.Anak tidak boleh dipandang sebagai “miniatur orang dewasa” karena anak memiliki dunianya sendiri.
d.      Anak Didik Hidup dalam Lingkungan Tertentu
Anak didik adalah subjek yang berasal dari keluarga dengan latar belakang lingkungan alam dan sosial budaya tertentu. Oleh karena itu, anak didik akan memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat pengaruh lingkungan dimana ia dibesarkan atau dididik.
e.       Anak Didik memiliki Ketergantungan kepada Orang Dewasa
Anak didik pada dasarnya memiliki ketergantungan kepada orang dewasa atau pendidik.Hal ini karena anak mempunyai kekurangan dan kelemahan teretentu. Ketergantungan anak kepada orang dewasa itu tampak dalam “ketidakberdayaan”-nya pada saat ia dilahirkan, dan kelmahan atau kekurangannya dibanding orang dewasa.
f.       Anak Didik memiliki Potensi dan Dinamika
Bantuan orang dewasa berupa pendidikan agar anak didik menjadi dewasa akan mungkin dicapai oleh anak didik. Hal ini disebabkan anak didik memiliki potensi untuk menjadi dewasa; dan ia memiliki dinamika, yaitu aktif sedang berkembang dan mengembangkan diri, serta aktif dalam menghadapi lingkungannya dalam upaya mencapai kedewasaan.

Adapun Karakteristik pendidik adalah sebagai berikut:
(1)   Mandiri atau mampu berdiri sendiri
Artinya orang yang dalam kehidupannya “tidak lagi bergantung” kepada orang lain karena ia telah memiliki berbagai kelebihan disbanding anak, baik dalam hal pengetahuan, keterampilan, sikap, dll.
(2)   Bertanggung jawab
Artinya mampu menentukan keputusan atau tindakan atas pilihannya sendiri dan mampu menerima segala konsekuensi atas keputusan atau tindakannya.
(3)    Mampu menyerahkan diri
Artinya berani berkorban demi nilai-nilai dan norma-norma yang diakuinya, demi cita-cita atau demi tujuan hidupnya, pekerjaannya, orang lain atau masyarakat, dan demi Tuhannya.

2.3 Peranan Pendidik
Dalam hubungannya dengan anak didik, pendidik mempunyai peranan tertentu yang harus dilaksanakan. Peranan-peranan pendidik yang dimaksud adalah:
a.    Pendidik sebagai Pengganti Kata Hati Anak Didik
Sesuai dengan moralitas individualitas, dan dinamikanya, pada anak didik berkeinginan dan berupaya untuk mecapai kedewasaan. Namun karena anak belum sepenuhnya mengenal norma, nilai, tujuannya, maka pendidik harus beridentifikasi kepada anak untuk mewakili kata hati anak dalam menentukan tujuan pendidikan, isi pendidikan, dll.
b.    Pendidik sebagai Pengganti Kegiatan Pembelajaran
Sebagai pengelola pembelajaran, pendidik di lingkungan pendidikan formal (seperti: guru SD, dan para guru di sekolah lainnya, termasuk juga di TK) harus menyusun rencana kegiatan pembelajaran, melaksanakan kegitan pembelajaran, dan mengevaluasi kegiatan pembelajaran.
c.    Pendidik sebagai Teladan bagi Anak Didik.
Pendidik harus berperan sebgaia teladan bagi anak didik. Pendidik harus sadar bahwa ia menjadi model bagi anak didiknya dalam berimitasi dan beridentifikasi.
Hal diatas perlu disadari dan dilaksanakan oleh pendidik karena pada dasarnya anak didik memiliki kecenderungan untuk melakukan imitasi dan beridentifikasi kepada pendidiknya.
d.   Motivator
Insting, hawa nafsu, lingkungan, dll.Ada kemungkinan menghambat anak dalam belajar.Mungkin anak didik kurang bergairah karena ada hambatan atau kesulitan dalam belajar, malas belajar, ragu-ragu dalam melakukan sesuatu.Jika gejala ini muncul, pendidik perlu membangkitkan kemauan diri anak didik agar terus belajar sesuai dengan kemampuan atau kondisinya masing-masing. Dengan kata lain pendidik harus berperan sebagai motivator. Pendidik perlu melaksanakan semboyan Ing Madya Mangun Karso.Maksudnya pendidik hendaknya berperan untuk membangun kemauan belajar pada diri anak didik.
e.    Pembimbing atau Pamong
Sebagai pembimbing, pendidik bertugas membantu anak didik dalam mengenal dirinya sendiri, mengenal lingkungannya, serta rencana hidupnya di masa depan. Selain itu pendidik harus percaya bahwa anak didik mempunyai kemampuan untuk menjadi dewasa; mengakui kebebasan anak didik; dankarena itu memberi kesempatan kepada anak didik untuk menentukan pilihannya sendiri serta berbuat atas inisiatifnya sendiri dalam rangka pengembangan diri sesuai dengan minat, bakat atau kemampuannya.
f.     Fasilitator
Pendidik harus berperan sebagai orang yang mampu memberikan kemudahan kepada anak dalam rangka belajar, latihan membiasakan diri untuk mencapai kedewasaannya. Contoh: menyediakan lingkungan yang kondusif untuk anak bereksplorasi, atau menyediakan alat-alat bantu belajar yang cocok sesuai kebutuhan anak didik, dsb.
g.    Evaluator
Sebagai evaluator pendidik diharapkan berperan untuk menilai perkembangan anak didik, baik berkenaan dengan pengetahuan, sikap, keterampilan, kebiasaannya, dll. Dalam hal ini pendidik harus membandingkan secara perilaku aktual anak dengan perilaku ideal (tujuan pendidikan) yang telah ditetapkan





BAB III
KESIMPULAN

Anak didik merupakan generasi masa depan, pada diri merekalah harapan dan cita-cita baik bangsa maupun agama. Murid atau anak didik adalah stiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Murid bukanlah hewan, namun ia adalah manusia yang mempunyai akal. Murid adalah salah satu unsur manusiawi yang sangat penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran. Sebagai pokok persoalan, murid memiliki kedudukan yang menempati posisi yang menentukan dalam sebuah interaksi. Guru atau pendidik tidak mempunyai arti apa-apa tanpa kehadiran murid sebagai subyek pembinaan. Sehingga dapat dikatakan bahwa anak didik merupakan “kunci” yang menentukan untuk mewujudkan terjadinya interaksi edukatif. Namun, bukan berarti anak didik yang hanya menjadi faktor penting dalam proses pembelajaran akan tetapi pendidik juga berpaeran dalam terjadinya suatu kegiatan pembelajaran. Jadi, dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa antara pendidik dan anak didik saling membutuhkan satu sama lain dan keduanya merupakan faktor yang sangat penting demi berlangsungnya suatu proses pendidikan.














DAFTAR PUSTAKA


Fauziah, DU. 2008. Keindahan dalam Perspektif Pedagogi. Bandung: CINDY GRAFIKA
Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. 2012. Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung: PERCIKAN ILMU