widgeo.net

Wednesday, November 21, 2012

Upaya Mengatasi Rendahnya Minat Baca Pada Siswa



UPAYA MENGATASI RENDAHNYA MINAT BACA PADA SISWA SD
Oleh
Dewi Sri Rahayu
NIM 1104863

Masalah minat baca sampai saat ini masih menjadi topik yang cukup aktual. Terbukti hal ini sering dijadikan topik pertemuan ilmiah dan diskusi oleh para pemerhati dan para pakar yang peduli terhadap perkembangan minat baca di Indonesia. Namun hasil dari pertemuan-pertemuan ilmiah tersebut belum memberikan suatu rekomendasi yang tepat bagi perkembangan yang signifikan terhadap minat baca masyarakat. Permasalahan yang dirasakan oleh bangsa Indonesia sampai saat ini adalah adanya data berdasarkan temuan penelitian dan pengamatan yang menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia relatif masih sangat rendah. Ada beberapa indikator yang menunjukkan masih rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Pertama, dari berbagai sumber informasi yang dapat dipercaya, menunjukkan ada indikasi bahwa minat baca  masyarakat Indonesia masih sangat rendah. Hal ini terlihat dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2006 yang menunjukkan bahwa masyarakat kita belum menjadikan kegiatan membaca sebagai sumber utama mendapatkan informasi. Orang lebih banyak tertarik dan memilih untuk menonton TV (85,9%) dan atau mendengarkan radio (40,3%) ketimbang membaca koran (23,5%). Kedua, fakta tersebut di atas juga didukung oleh berbagai penelitian yang telah dilakukan di Indonesia. Internasional Education Achiecment (IEA) melaporkan bahwa kemampuan membaca siswa SD di Indonesia berada pada urutan 38 dari 39 negara peserta studi. Kesimpulan dari riset tersebut menyebutkan bahwa Indonesia menempatkan urutan ke-38 dari 39 negara. Angka-angka itu menggambarkan betapa rendahnya minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak Sekolah Dasar. Ketiga, hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh World Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI Sekolah Dasar kita  hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan Thailand dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang memperoleh nilai 75.5. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya. Lalu apa penyebab rendahnya minat baca khususnya pada siswa? (1) masih rendahnya kemahiran membaca siswa di sekolah. (2) banyaknya jenis hiburan, permainan (game) dan tayangan TV yang mengalihkan perhatian anak-anak dan orang dewasa dari buku. Berdasarkan temuan suatu penelitian, menunjukkan bahwa waktu bermain anak-anak Indonesia banyak dihabiskan untuk melihat acara-acara di TV. (3) banyaknya tempat hiburan yang menghabiskan waktu seperti taman rekreasi, tempat karaoke, night club, mall, supermarket, play station.  Di negeri kita, yang sebagian besar waktunya dihabiskan untuk menonton sinetron, membaca masih merupakan sesuatu yang eksklusif. Oleh karena itu, tidak perlu heran jika pemandangan di mall lebih rame ketimbang di perpustakaan. Acara musik lebih digandrungi dari pada acara diskusi, bedah buku atau seminar. Jangan kaget, jika kawula muda di negeri kita lebih banyak bercita-cita menjadi selebritis ketimbang bintang olimpiade sains. Kenyataan di atas sungguh paradoks. Negeri yang tahun ini menginjak usia 62 tahun, masih belum menampakkan kemajuan yang berarti. Peradaban yang ada, hanyalah peradaban hedonis yang tercipta dari budaya massa (mass culture) dan budaya populer (pop culture) yang lebih bersifat melayani dan mengambil keuntungan berupa materi dari publik. (4) para ibu, saudari-saudari kita senantiasa disibukkan berbagai kegiatan rumah tangga sehingga tiap hari waktu luang sangat minim bahkan hampir tidak ada untuk membantu anak membaca buku. (5) sarana untuk memperoleh bacaan, seperti perpustakaan atau taman bacaan, masih merupakan barang aneh dan langka. (6) harga buku yang relatif masih mahal yang tidak sebanding dengan daya beli masyarakat. Oleh karena dengan mahalnya harga buku yang tidak terjangkau oleh daya beli masyarakat, maka sedikit sekali masyarakat yang memiliki koleksi buku di rumahnya. (7) belum adanya lembaga atau institusi yang secara formal khusus menangani minat baca. Sehingga program menumbuhkan minat baca hanya dilakukan secara sporadis, oleh LSM, organisasi pencinta buku, organisasi penerbit, dsbnya, yang tidak terkoordinasi walaupun potensi sumber daya manusia ada tetapi belum merupakan kekuatan dapat secara sinergis menjadi instrumen yang efektif untuk menumbuhkan minat baca masyarakat Indonesia. (8) minimnya koleksi buku diperpustakaan serta kondisi perpustakaan yang tidak memberikan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya minat baca pengunjung yang memanfaatkan jasa perpustakaan. Dengan kondisi kualitas buku pelajaran yang memprihatinkan, padatnya kurikulum, dan metode pembelajaran yang menekankan hafalan materi justru 'membunuh' minat membaca. Menurut Prof. Dr. Riris K. Toha Sarumpaet, Guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia ini melihat, sekolah tidak memadai sebagai tempat untuk menumbuhkan minat baca anak didik. Hal ini, menurut dia, tidak terlepas dari kurikulum pendidikan. Kurikulum yang terlalu padat membuat siswa tidak punya waktu untuk membaca. Riris mengemukakan bahwa siswa terlalu sibuk dengan pelajaran yang harus diikuti tiap hari. Belum lagi harus mengerjakan PR. Rendahnya budaya membaca ini juga dirasakan pada pelajar. Perpustakaan di sekolah yang ada jarang dimanfaatkan secara optimal oleh siswa. Lantas upaya apa yang dapat dilakukan, terutama pada dunia pendidikan? proses pembelajaran di sekolah harus dapat mengarahkan kepada peserta didik untuk rajin membaca buku dengan memanfaatkan literatur yang ada di perpustakaan atau sumber belajar lainnya, menekan harga buku bacaan maupun buku pelajaran agar terjangkau oleh daya beli masyarakat, buku bacaan dikemas dengan gambar-gambar yang menarik, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya minat baca anak-anak. Baik di rumah maupun di sekolah, menumbuhkan minat baca sejak dini, meningkatkan frekuensi pameran buku di setiap kota/kabupaten, di rumah orang tua memberikan contoh membaca untuk anak-anaknya dan memberikan perhatian serta membimbing mereka berhasil dalam membaca. Demikian bahwa minat baca masyarakat Indonesia, khususnya anak-anak Sekolah Dasar relatif rendah. Sehingga wajar apabila Indeks Sumber Daya Manusia bangsa Indonesia juga rendah oleh karena itu, minat baca perlu ditumbuhkan sejak anak usia dini. Sejak mereka telah bisa membaca. Selain itu, pada kenyataannya solusi terbaik dalam membuka jalan pikiran seorang siswa agar mereka mempunyai wawasan yang luas adalah dengan cara membaca. Agar siswa dapat membaca buku secara ajeg, maka kepada mereka perlu disediakan bahan bacaan yang cukup koleksinya. Oleh karena itu, perpustakaan merupakan wacana baca yang mampu menyediakan beragam buku baik fiksi nonfiksi, referensi, atau nonbuku seperti majalah, koran, kaset serta alat peraga, wajib dimiliki setiap sekolah. Hal ini juga tentunya harus atas dasar dukungan kita dan upaya oleh pemerintah sehingga kriteria sarana tersebut dapat terpenuhi demi meningkatkan kualitas pendidikan anak bangsa khususnya siswa Sekolah Dasar. Jadi, budayakanlah kegiatan membaca demi menjadi pribadi yang kaya akan ilmu dan ikut serta dalam mencerdaskan bangsa dan Negara. Semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat baik informasi dan pengetahuan sehingga pembaca sedikit termotivasi untuk menanamkan minat baca. Seperti kita ketahui, Buku adalah gudangnya ilmu oleh karena itu mari membaca!
Referensi
Bunyamin, A. 9 Juli 2007. Membangun Peradaban Buku. (Diakses tanggal 28 Juli 2007).
Elin. 2007. Tanamkan Minat Baca Sejak Dini. (http://www.kotabogor.go.id).
Pikiran Rakyat. 2004. Pikiran Baca di Indonesia Sangat Rendah. Pikiran Rakyat, Senin, 8 Maret 2004.
Jenjang Pendidikan Dasar, Rendahnya Minat Baca Siswa. Jumat, 25 Juni 2004. (Republika Onlinewww.republika.co.id,  diakses tanggal 14 Nopember 2007).


No comments: